Dialektika adalah satu cara pandang atas sesuatu dalam keadaan geraknya dan bukan dalam keadaan diamnya. Proposisi dasar dialektika adalah bahwa segala hal selalu ada dalam proses perubahan yang dinamik, yang seringkali prosesnya tidak terlihat dan tidak bergerak dalam garis lurus.
Untuk memudahkan kita memahami dialektika, ada tiga hukum utama gerak dialektika yang bisa kita rangkum:
1. Perubahan kuantitas menjadi kualitas
2. Kutub berlawanan yang saling merasuki
3. Negasi dari negasi
Ada dua jenis perubahan, yakni perubahan kuantitas dan perubahan kualitas. Perubahan kuantitas adalah satu jenis perubahan yang hanya menyentuh besaran dari sesuatu hal atau benda. Sedangkan perubahan kualitas adalah sebuah perubahan dari satu sifat ke sifat yang lain. Di alam maupun ilmu sosial, kita dapat menyaksikan dua jenis perubahan ini. Hukum dialektika mengajarkan bahwa pada saat tertentu perubahan kuantitas bisa beralih menjadi perubahan kualitas, bahwa perubahan tidak selalu berada dalam garis lurus tetapi pada momen tertentu mengalami loncatan.
Banyak sekali contoh di alam yang menggambarkan hukum dialektika ini, misalnya mendidihnya air. Ketika kita menaikkan suhu air satu derajat dari 20 derajat ke 21 derajat, tidak ada perubahan kualitas. Air masih berbentuk air, yang terjadi hanya perubahan kuantitas. Kita bisa terus naikkan suhu air ini satu derajat per satu derajat, hingga suhu air mencapai 99 derajat, dan air pun masih berbentuk air. Tetapi ketika kita naikkan satu derajat lagi, dari 99 derajat ke 100 derajat, maka sesuatu loncatan terjadi, sebuah perubahan kualitas terjadi. Air mendidih dan berubah menjadi uap. Jadi perubahan satu derajat (perubahan kuantitas) mengakibatkan mendidihnya air menjadi uap (perubahan kuantitas). Hal yang sama juga benar untuk perubahan dari air menjadi es.
Tetapi hukum dialektika ini tidak terbatas pada alam saja, tetapi juga pada hubungan sosial manusia. Revolusi adalah perubahan kualitas. Masyarakat tidak berubah dengan perlahan-lahan atau gradual, tetapi bergerak dengan loncatan-loncatan. Revolusi Prancis 1789, Komune Paris 1871, Revolusi Inggris, Revolusi Rusia, Revolusi Tiongkok, dll. Semua ini adalah perubahan kualitas di dalam gerak masyarakat. Tetapi tidak hanya revolusi saja yang merupakan perubahan kualitas, konter-revolusi pun adalah loncatan, sayangnya loncatan ke belakang. G30S dan periode pembantaian 1965-1966 dapat dilihat sebagai sebuah perubahah kualitas di dalam gerakan buruh Indonesia, yakni perubahan dari periode revolusioner ke periode reaksi, sebuah loncatan ke belakang.
Ledakan gerakan Reformasi 1998 pun adalah satu contoh perubahan kualitas. Setelah 32 tahun di bawah cengkraman rejim Soeharto, dimana tampak di permukaan tidak ada perubahan kesadaran sama sekali kendati kesengsaraan rakyat yang semakin parah, akhirnya ini semua berubah pada tahun 1997-1998. Rejim kediktaturan Soeharto sudah tidak bisa lagi ditahan, dan rakyat pun hilang rasa takutnya dan terjadi loncatan kesadaran.
Revolusi Tunisia juga memberikan kita satu contoh lagi akan peralihan dari perubahan kuantitas menjadi kualitas. Banyak orang pintar yang mengutarakan bahwa Revolusi Tunisia ini disebabkan oleh pembakaran diri Mohamed Bouazizi, seorang penjual buah. Mohamed Bouazizi sering ditindas oleh polisi dan akhirnya dia tidak tahan lagi akan penindasan ini sehingga mengakhiri nyawanya dengan membakar diri. Pembakaran dirinya lalu menyulut Revolusi Tunisia yang berhasil menumbangkan diktatur Ben Ali. Namun dia bukan satu-satunya pedagang pasar yang sering ditindas oleh aparat keamanan, dan dia bukanlah yang pertama yang bunuh diri karena tidak tahan kesengsaraan hidup. Di Indonesia sendiri, kita sering baca berita mengenai orang-orang miskin yang bunuh diri karena kemiskinan. Jadi pembakaran diri Bouazizi bisa dilihat sebagai sebuah perubahan kuantitas yang lalu berubah menjadi perubahan kualitas. Dia adalah satu tetes air yang membuat bendungan kemarahan rakyat meluap. Seperti kata Engels, “necessity expresses itself through accident” (keniscayaan mengekspresikan dirinya lewat kecelakaan/kebetulan). Situasi masyarakat Tunisia memang sudah sangat panas, dan hanya butuh “satu derajat celcius” saja untuk membuatnya mendidih, dan satu derajat ini diwakili oleh pembakaran diri Bouazizi.
Hukum dialektika kedua adalah kutub berlawanan yang saling merasuki. Hukum ini mengajarkan kepada kita bahwa kontradiksilah yang menggerakkan dunia. “Akal sehat” mencoba membuktikan bahwa semua kekuatan yang saling bertentangan adalah eksklusif satu sama lain, bahwa hitam adalah hitam, dan putih adalah putih. “Akal sehat” mencoba menyangkal kontradiksi sebagai bagian dari proses. Dialektika menjelaskan bahwa tanpa kontradiksi maka tidak ada gerak, tidak ada proses.
Hidup dan mati adalah dua hal yang saling bertentangan, tetapi mereka adalah dua proses yang saling merasuki. Kita hidup, jantung kita berdetak, memompa darah ke seluruh tubuh kita untuk memasok oksigen dan nutrisi ke setiap sel tubuh kita supaya mereka bisa hidup dan tumbuh. Tetapi pada saat yang sama, puluhan ribuan sel di dalam tubuh kita mati setiap detiknya, hanya untuk digantikan oleh yang baru. Proses hidup dan mati ini saling merasuki di dalam tubuh kita sampai kita menghela napas terakhir kita. Proses ini yang menggerakkan kita.
Begitu pula masyarakat kita, yang bergerak karena kontradiksi. Revolusi sosial terjadi ketika tingkat produksi manusia sudah bertentangan dengan sistem sosial yang ada. Inilah basis dari setiap revolusi di dalam sejarah umat manusia, dari jaman komunisme primitif, ke jaman perbudakan, ke jaman feodalisme, dan sekarang jaman kapitalisme. Kontradiksi antara tingkat produksi dan sistem sosial terus saling berbenturan, saling merasuki, dan menjadi motor penggerak sejarah. Di jaman kapitalisme, kontradiksinya adalah antara sistem produksi yang bersifat sosial dengan nilai surplus yang diapropriasi secara pribadi. Tidak ada satupun buruh yang bisa mengatakan bahwa dia sendirilah yang memproduksi sebuah komputer misalnya. Ribuan, bahkan ratusan ribu, buruh dari berbagai industri bekerja bersama memproduksi ribuan komponen terpisah yang lalu dirakit menjadi sebuah komputer. Oleh karenanya sistem produksi kapitalisme adalah sistem produksi sosial. Namun nilai surplus, atau produk tersebut, tidak menjadi milik sosial, dan hanya menjadi milik pribadi, yakni segelintir pemilik alat produksi tersebut. Kontradiksi inilah yang lalu membawa perjuangan kelas -- kadang terbuka kadang tertutup -- antara buruh dan kapitalis, yang terus menerus mendorong masyarakat kita.
Hukum dialektika ketiga adalah negasi dari negasi. Hukum ini bersinggungan dengan watak perkembangan melalui serangkaian kontradiksi yang terus menerus menegasi dirinya. Namun penegasian ini bukanlah penyangkalan penuh bentuk yang sebelumnya, tetapi penegasian dimana bentuk yang sebelumnya dilampaui dan dipertahankan pada saat yang sama.
Manifestasi nyata hukum ini dapat kita lihat di sekitar kita. Contohnya adalah perkembangan sebuah tanaman. Sebuah benih yang jatuh di tanah, setelah mendapatkan air dan cahaya matahari, tumbuh menjadi kecambah. Lalu kecambah ini terus tumbuh menjadi dewasa, dan bila waktunya tiba maka kuncup-kuncup bunga pun muncul. Kuncup bunga ini kemudian menjadi sebuah bunga, dan bunga ini lalu menjadi buah yang mengandung biji-biji benih baru. Kecambah menegasi benih biji, yang lalu dinegasi oleh kuncup bunga. Kuncup ini lalu dinegasi oleh bunga yang mekar sekar, yang lalu sendirinya dinegasi lagi oleh buah dengan biji-biji di dalamnya. Setiap tahapan ini berbeda secara kualitas, saling menegasi tetapi masih mengandung esensi dari tahapan sebelumnya. Setiap tahapan pertumbuhan tanaman ini terus bergerak menjadi satu kesatuan organik.
Benih-benih baru tersebut akan mengulangi siklus yang sama lagi. Namun benih-benih baru ini tidak akan sama dengan benih yang lama, karena dalam proses pembentukannya ia telah menyerap berbagai elemen-elemen dari luar. Dalam bahasa sainsnya, genetika benih baru ini telah mengalami perubahan melalui mutasi genetika yang disebabkan oleh berbagai faktor dan proses seperti sinar ultraviolet matahari, zat-zat kimia, dsbnya., dan juga melalui proses polinasi antar tanaman. Tumbuhan ini mengalami evolusi dan terus berubah. Jadi siklus pertumbuhan tanaman bukanlah sebuah lingkaran tertutup yang terus berputar-putar dan mengulang-ulang, tetapi sebuah siklus yang berbentuk spiral, yang bisa terus naik -- dan juga bisa turun --, yang kalau dilihat dari satu sudut saja tampak seperti berputar-putar di satu tempat, tetapi kalau dilihat secara keseluruhan perputaran ini tidak diam di tempat tetapi bergerak naik secara spiral.
Sejarah pun demikian. Para sejarahwan borjuis terus mencoba membuktikan dan menanamkan di dalam pikiran rakyat kalau sejarah ini hanyalah sebuah pengulangan yang tidak berarti, yang terus bergerak dalam lingkaran tanpa-akhir. Sementara dialektika melihat sejarah sebagai sebuah perkembangan yang di permukaan mungkin tampak seperti pengulangan tak-berarti namun pada kenyataannya ia bergerak terus ke bentuk yang lebih tinggi karena diperkaya oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Begitu juga dengan perkembangan gagasan dan sains di dalam masyarakat. Para alkemis zaman pertengahan memimpikan sebuah “batu filsuf” yang mereka percaya bisa mengubah timah menjadi emas. Di dalam pencarian utopis mereka ini, para alkemis ini menemukan berbagai pengetahuan kimia dan teknik-teknik kimia, yang lalu menjadi pijakan awal untuk ilmu kimia moderen. Dengan perkembangan ilmu sains -- yang berbarengan dengan perkembangan kapitalisme dan industri -- ilmu kimia pun tidak lagi digunakan untuk mencari “batu filsuf” dan orang-orang yang masih memimpikan transmutasi timah menjadi emas dianggap gila. Menjadi sebuah hukum bahwa sebuah elemen tidak akan bisa diubah menjadi elemen yang lain. Akan tetapi di dalam perkembangannya, ditemukan bahwa ternyata mungkin untuk mengubah satu elemen menjadi elemen yang lain, dan bahkan secara praktek ini sudah terbukti. Jadi setelah berabad-abad, alkemi menjadi sebuah kenyataan. Tentunya secara ekonomi biaya untuk mengubah timah menjadi emas terlampau besar sehingga membuatnya menjadi tidak praktis. Di masa depan, bila tingkat teknologi dan produksi sudah mencapai ketinggian yang tidak pernah terbayangkan oleh kita, tidak akan mengejutkan kalau kita akan bisa mengubah timah menjadi emas dengan jentikan jari saja. Dengan demikian perkembangan ilmu kimia telah mengalami satu putaran: dari transmutasi elemen (mimpi), ke non-transmutasi elemen, dan kembali lagi ke transmutasi elemen (kenyataan).
Yang benar di alam juga benar di masyarakat, karena pada analisa terakhir gagasan-gagasan manusia mendapatkan dasar-dasarnya dari dunia materi. Pergerakan gagasan manusia, pergerakan masyarakat, semua mengikuti ilmu alam sebagai basis dasarnya. Para filsuf bayaran kaum borjuis ingin memisahkan apa yang benar di alam dengan apa yang benar di masyarakat, karena hukum alam adalah hukum revolusioner. Ia adalah hukum perubahan yang terus bergerak, bukan hanya dalam garis lurus tetapi juga dalam lompatan-lompatan. Setiap kelas penguasa tidak menginginkan perubahan karena mereka ingin terus hidup di dalam surga mereka yang abadi. Keabadian adalah filsafatnya kelas borjuasi. Dengan filsafatnya sendiri, yakni filsafat Marxisme, sebuah filsafat perubahan, kaum buruh akan mengetuk pintu surga abadi kaum borjuis, bila perlu mendobraknya, dan membersihkan surga bumi ini dari parasit-parasit borjuasi itu.

0 komentar:
Posting Komentar