Sebuah sistem ekonomi yang sudah tidak bisa lagi memajukan peradaban manusia adalah sebuah sistem yang sudah tidak punya alasan lagi untuk eksis di dunia ini. Kapitalisme harus digantikan dengan sosialisme.
Mungkin kita akan bertanya: mengapa sosialisme dan bukan yang lainnya? Ini karena kapitalisme dalam perkembangannya telah menyiapkan kondisi-kondisi untuk terbangunnya sosialisme sebagai jawaban atas masalah-masalahnya. Program-program Sosialisme tidak jatuh dari langit tetapi lahir dari kebuntuan kapitalisme itu sendiri.
Kapitalisme telah menciptakan sebuah modus produksi yang bersifat sosial. Sosial dalam arti bahwa semua produk dikerjakan oleh ratusan atau bahkan ribuan buruh dari berbagai industri. Kita ambil saja telpon genggam. Tidak ada satupun buruh yang bisa mengatakan bahwa ini adalah hasil kerja keringatnya sendiri saja. Di dalam telpon genggam terkandung ratusan komponen yang datang dari ratusan pabrik, dikerjakan oleh ribuan buruh. Begitu juga dengan mobil, televisi, bahkan kebutuhan sehari-hari.
Akan tetapi walaupun produksi bersifat sosial, tetapi nilai-lebih dari produksi bersifat pribadi, yakni hanya segelintir orang yang mendapatkan laba dari produksi tersebut. Inilah kontradiksi di dalam kapitalisme. Untuk menyelesaikan kontradiksi ini, maka nilai lebih produksi harus dijadikan milik sosial. Alat-alat produksi harus dinasionalisasi oleh buruh, sehingga nilai lebih produksi dapat menjadi milik kelas yang memproduksinya, yakni kelas buruh.
Dan juga kapitalisme telah menciptakan industri-industri besar dan sindikat-sindikat raksasa. Mungkin di Indonesia hanya ada 100 sampai 200 perusahaan yang mengendalikan ekonomi Indonesia. Ini sebenarnya mempermudah tugas kaum buruh untuk melakukan nasionalisasi. Cukup dengan menasionaliasi 100 atau 200 perusahaan terbesar maka secara praktis ekonomi sudah ada di tangan kaum buruh. Selain itu, sindikat-sindikat ini telah menyatukan ratusan industri ke dalam satu payung besar, yang lalu mempermudah tugas kaum buruh untuk mencanangkan program ekonomi terencana.
Kapitalisme beroperasi dengan motif laba. Pemenuhan kebutuhan manusia adalah hasil sampingan dari pencarian laba ini. Pasar kapitalis beroperasi dengan acak. Tidak ada perencanaan sama sekali. Kebutuhan manusia dijadikan bulan-bulanan pasar dan pencarian laba oleh kaum kapitalis. Sementara Sosialisme akan menjungkirbalikkan semua ini. Pemenuhan kebutuhan manusia adalah motif utama dari Sosialisme. Produksi, distribusi, dan konsumsi akan direncanakan secara demokratis, sehingga tidak ada lagi segelintir orang naik BMW sementara ribuan anak hidup di jalan mengemis.
Terakhir, kapitalisme telah menciptakan sebuah kelas yang kuat, yakni kelas buruh. Merekalah yang sebenarnya menciptakan kekayaan-kekayaan di muka bumi ini. Roda-roda industri berjalan hanya dengan ijin kaum buruh. Bila buruh mogok, tidak ada pabrik yang jalan, jalan-jalan sepi, dan lapangan terbangpun sunyi. Hari ini mereka memang tidak tahu kekuatan mereka. Namun bila saatnya kaum buruh sadar akan kekuatan mereka ini maka kapitalisme pun akan tumbang. Kapitalisme telah menciptakan penggali liang kuburnya sendiri.
Tidak hanya merebut kekuasan ekonomi, kaum buruh harus merebut kekuasaan politik. Salah satu tugas utama dari kaum buruh adalah menghancurkan mesin-mesin Negara borjuis yang lama. Kaum buruh tidak bisa menggunakan Negara borjuis yang memang diciptakan untuk menindas kaum buruh. Ia harus menghancurkannya dan membentuk Negara yang baru yang sesuai dengan kepentingan kelasnya. Negara buruh yang baru ini mempunyai karakter yang sangat berbeda. Ia berdasarkan dewan-dewan yang dibentuk di tiap-tiap tempat kerja. Demokrasi di dalam dewan-dewan ini adalah demokrasi partisipatoris, yakni bukan hanya tempat berdiskusi ria tetapi juga tempat untuk melaksanakan keputusan.
Untuk mencegah munculnya birokrasi, juga ada beberapa kebijakan yang akan diperkenalkan: 1) Semua pejabat harus dipilih, dan dapat di-recall setiap saat, bukan setiap lima tahun seperti demokrasi borjuis hari ini; 2) Tidak boleh ada badan-badan khusus angkatan bersenjata yang terpisah dari rakyat, melainkan milisi rakyat bersenjata yang secara demokratis bertanggungjawab langsung pada dewan-dewan buruh; 3) Tidak boleh ada pejabat yang menerima gaji lebih tinggi daripada buruh terampil; 4) Posisi-posisi di pemerintah harus dirotasi di antara rakyat pekerja. Bila semua menjadi birokrat, maka tidak ada lagi birokrasi.
Hari ini pemerintahan dan politik adalah monopoli orang-orang berpunya. Rakyat pekerja terlalu sibuk bekerja menyuapi keluarganya untuk bisa terlibat dalam pemerintah. Dengan mengurangi jam kerja, maka massa rakyat akan mendapatkan kesempatan melibatkan diri mereka di dalam pemerintahan. Ia dapat belajar kebudayaan, sains, politik dan kesenian, dan menjadi warga yang aktif dalam mengatur bukan hanya nasibnya sendiri tetapi juga nasib masyarakat secara luas.
Sosialisme akan membuka jalan ke masyarakat tanpa kelas. Seperti yang kita kemukakan di atas bahwa Negara adalah hasil dari munculnya masyarakat kelas. Oleh karenanya, Negara buruh semenjak kelahirannya adalah negara yang segera mulai melayu karena kelas-kelas di dalam masyarakat sendiri mulai menghilang.
Di bawah sosialisme, demokrasi primitif akan lahir kembali. Ini tidak bisa tidak, karena untuk pertama kalinya massa luas akan terlibat di dalam demokrasi sesungguhnya, di mana sebelumnya demokrasi hanyalah alat segelintir kaum penguasa. Massa luas akan berperan secara aktif dan mandiri, bukan hanya dalam pemilu dan pengambilan suara, tetapi juga dalam menjalankan roda-roda pemerintahan. Kita akan kembali lagi ke komunisme primitif, tetapi dalam tingkatan yang jauh lebih tinggi, dengan semua pencapaian yang telah diraih oleh umat manusia selama ratusan ribu tahun. Inilah dialektika perkembangan peradaban manusia.
Hukum Perkembangan Tak Berimbang dan Tergabungkan
Kapitalisme muncul pertama kali di Eropa, di negara-negara seperti Inggris, Prancis, dan Jerman. Marx percaya kalau kaum buruh akan merebut kekuasaan pertama kalinya di negara-negara kapitalis maju. Tetapi setelah Marx meninggal, kapitalisme memasuki tahapan baru, yakni imperialisme. Over-produksi di negara-negara maju memaksa mereka untuk mengekspor kapital mereka ke negara-negara lain, dan dengan ini mencangkok kapitalisme di negara-negara terbelakang. Sehingga kapitalisme di negara-negara terbelakang berkembang dengan cara yang berbeda daripada negara-negara Eropa.
Di negara-negara terbelakang ini, seperti Indonesia salah satunya, kaum borjuis nasional tidak berkembang secara mandiri. Mereka muncul terlalu terlambat di panggung sejarah. Mereka menjadi terikat dengan kapital-kapital asing yang masuk ke dalam negeri. Karena itu mereka tidak bisa menyelesaikan revolusi borjuis demokratik seperti halnya kaum borjuis Eropa dulu. Inilah Hukum Perkembangan Tak Berimbang dan Tergabungkan. Kapitalisme di dunia ini tidak berkembang secara serentak dengan cara yang sama. Ia muncul dulu di Eropa, lalu menyebar ke negara-negara lain yang terbelakang. Oleh karenanya karakter kaum borjuis negara-negara terbelakang berbeda dengan karakter kaum borjuis Eropa. Mereka korup, tidak kompeten, reaksioner, dan tidak mandiri. Mereka tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas borjuis demokratik (reforma agraria, pembentukan republik yang demokratis, kemandirian bangsa, dan modernisasi bangsa) seperti layaknya kaum borjuis Eropa.
Tugas-tugas borjuis demokratik ini jatuh ke kelas buruh sebagai satu-satunya kelas yang revolusioner. Dengan menyatukan di sekitarnya rakyat pekerja lainnya (tani, nelayan, kaum miskin kota), kaum buruh akan memimpin revolusi ini. Akan tetapi, kaum buruh tidak akan berhenti di sini saja. Tugas kaum buruh bukanlah membentuk kapitalisme nasional yang mandiri dan mapan, dengan harapan bahwa ini akan di hari depan membuka pintu bagi mereka untuk menuju sosialisme. Kaum buruh tidak bisa tidak melangkah langsung ke tugas-tugas revolusi sosialis: nasionalisasi industri-industri penting, perbankan, dan institusi-institusi finansial, dan sistem perencanaan ekonomi yang tersentralisir dan demokratis.
Laju dan cakupan dari tumbuhnya revolusi borjuis demokratik ke revolusi sosialis didikte oleh dua hal utama: pertama, tingkat kesiapan kaum proletar, dan terlebih lagi tingkat kesiapan pelopornya, kepemimpinannya; kedua, prospek revolusi sosialis di Asia Tenggara dan dunia. Indonesia dengan sendirinya tidak memiliki tingkat produksi yang cukup untuk bisa membangun sosialisme. Ia membutuhkan revolusi di negara-negara lain yang lalu bisa saling memberikan bantuan ekonomi dan teknik guna memenuhi tugas-tugas sosialis. Kita tidak bisa membangun sosialisme dengan tingkat produksi yang rendah. Seperti yang Marx katakan, “dengan kemiskinan yang umum, maka semua sampah yang lama akan bangkit kembali.” Kaum proletar Indonesia bisa membuat gebrakan yang pertama dengan mengobarkan revolusi sosialis, yang lalu akan menyebar dan membakar merah seluruh Asia Tenggara, dan bahkan dunia. Sebuah kelas buruh yang sadar akan tugas historis ini dan siap dengan partainya, inilah yang perlu kita bangun.

0 komentar:
Posting Komentar