Materialisme

Senin, 04 Agustus 2014

Ketika kita berbicara mengenai Materialisme, kita berbicara mengenai filsafat Materialisme yang berseberangan dengan filsafat Idealisme. Di sini kita harus membedakan Materialisme dengan “materialisme” yang kita kenal dalam perbincangan sehari-hari. Biasanya kalau kita mendengar kata materialisme, kita lantas berpikir ini berarti hanya memikirkan kesenangan duniawi, hanya suka berpesta-pora, mementingkan uang di atas segala-galanya. Dan ketika kita mendengar kata idealisme, kita lalu berpikir ini berarti orang yang punya harapan, yang bersahaja dan punya mimpi dan cita-cita mulia. Pengertian sehari-hari ini bukanlah pengertian yang sesungguhnya untuk Materialisme dan Idealisme dalam artian filsafat.
Sepanjang sejarah filsafat, ada dua kubu utama, yakni kubu Idealis dan kubu Materialis. Filsuf-filsuf awal Yunani, Plato dan Hegel, adalah kaum Idealis. Mereka melihat dunia sebagai refleksi dari ide, pemikiran, atau jiwa seorang manusia atau seorang makhluk maha kuasa. Bagi kaum Idealis, benda-benda materi datang dari pemikiran. Sebaliknya, kaum Materialis melihat bahwa benda-benda materi adalah dasar dari segalanya, bahwa pemikiran, ide, gagasan, semua lahir dari materi yang ada di dunia nyata.
Ini bisa kita lihat dengan mudah. Sistem angka kita yang mengambil bilangan sepuluh, ini adalah karena kita manusia memiliki sepuluh jari sehingga kita pun menghitung sampai sepuluh. Bilamana manusia punya dua belas jari, tidak akan aneh kalau sistem angka kita maka akan mengambil bilangan duabelas dan bukan sepuluh. Jadi konsep dasar matematika bukanlah sesuatu yang datang dari langit, bukanlah sesuatu yang tidak ada dasar materinya. Sedangkan kaum Idealis akan berpikir bahwa bilangan sepuluh ini adalah konsep abadi yang akan selalu ada dengan atau tanpa kehadiran manusia berjari sepuluh.
Bahkan alam sadar kita adalah produk dari materi, yakni otak kita sebagai salah satu organ tubuh kita. Bila mana otak kita rusak karena cedera, maka kita pun akan kehilangan kesadaran kita. Otak kita tidak lain adalah kumpulan sel-sel yang bekerja dengan zat-zat kimia. Maka tidak heran kalau kita menenggak banyak alkohol maka kesadaran kita pun akan terpengaruh, atau kalau kita mengkonsumsi obat-obat terlarang, atau minum obat sakit kepala Paramex yang bisa menghilangkan rasa sakit kepala kita. Kaum idealis sebaliknya mengatakan bahwa kesadaran manusia ini tidak ada sangkut pautnya dengan otak, bahwa kesadaran manusia itu abadi. Ilmu sains telah menihilkan Idealisme dan sekarang kita tahu kalau otak adalah dasar materi dari kesadaran kita.
Kesadaran kita, cara berpikir kita, tabiat-tabiat kita, semua ini adalah akibat dari interaksi kita dengan lingkungan sekeliling kita, yakni dunia materi yang ada di sekitar kita. Petani cara berpikirnya berbeda dengan buruh karena mereka dalam kesehari-hariannya kerja bercocok tanam di sawah, sedangkan buruh harus bekerja di pabrik dengan ratusan buruh lain dan mesin-mesin yang menderu. Oleh karenanya pun metode perjuangan buruh berbeda dengan kaum tani, dan juga kesadarannya. Buruh karena terlempar masuk ke pabrik dalam jumlah ratusan dan ribuan punya kesadaran solidaritas dan berorganisasi yang pada umumnya lebih tinggi daripada kaum tani. Buruh membentuk serikat-serikat buruh, yang dalam sejarah secara umum merupakan lokomotif sejarah. Sedangkan petani, karena biasanya bekerja terpisah-pisah dalam ladang mereka masing-masing, solidaritas dan kesadaran berorganisasi mereka umumnya lebih rendah. Kita mengatakan “secara umum” karena ini tidak menihilkan bahwa ada juga petani-petani yang berorganisasi membentuk serikat tani. Misalnya dulu di Indonesia ada Barisan Tani Indonesia (BTI) yang sangat besar dan kuat, namun BTI pun eksis karena dorongan Partai Komunis Indonesia, yakni Partai yang secara historis berbasiskan pada kelas buruh Indonesia. Selain itu sejarah juga membuktikan bahwa pada umumnya organisasi buruh lebih matang, kuat, dan konsisten daripada organisasi tani.
Dari contoh-contoh ini, tampaknya mudah bagi kita untuk menerima Materialisme sebagai filsafat kita. Namun, di dalam kehidupan sehari-hari, ternyata Idealisme merasuk ke dalam cara berpikir kita tanpa kita sadari. Kaum kapitalis pun giat menyebarkan Idealisme ke dalam cara berpikir rakyat pekerja guna melanggengkan kekuasaan mereka. Ditanamkan ke dalam pikiran kita bahwa ada yang namanya itu sifat alami manusia, dan bahwa sifat alami manusia ini adalah serakah dan egois. Oleh karena sifat alami manusia ini maka kapitalisme, sistem masyarakat yang berdasarkan persaingan antara manusia karena keserakahan mereka, adalah sistem yang paling alami dan akan eksis selama-lamanya sebagai sistem yang paling sempurna dan paling akhir. Ini adalah pembenaran yang sering kita dengar dari para pembela sistem kapitalisme.
Kaum Materialis berpikir berbeda, bahwa sifat serakah dan egois manusia ini bukanlah sifat alami, bukanlah sebuah ide atau gagasan di dalam pikiran manusia yang jatuh dari langit. Materialisme mengajarkan bahwa sifat manusia itu adalah hasil dari interaksinya dengan dunia materi di luarnya, bahwa kesadaran manusia ditentukan oleh keberadaan sosialnya. Maka dari itu, sifat serakah dan egois manusia ini sesungguhnya adalah hasil dari sistem produksi dan sosial yang ada sekarang ini. Maka memang tidak heran kalau kita melihat keserakahan dan keegoisan di masyarakat kita, karena sistem produksi kita yang membuat, atau lebih tepatnya memaksa, manusia menjadi seperti itu. Keserakahan dan keegoisan manusia yang kita saksikan di jaman sekarang ini tidak ditemukan di dalam masyarakat jaman dahulu, ketika sistem produksi dan sosialnya bukanlah kapitalisme. Dari sudut pandang ini, maka bila kita ubah sistem produksi dan sosial masyarakat, maka akan berubah juga tabiat dasar manusia. Tentunya perubahan ini tidak akan terjadi dalam sekejap, namun penggulingan kapitalisme dan pembangunan sosialisme akan menyediakan pondasi untuk pembangunan karakter manusia yang baru, yang tidak berdasarkan keserakahan, tetapi berdasarkan semangat gotong royong yang sejati-jatinya.
Dari sini kita bisa lihat bagaimana filsafat idealisme ini pada dasarnya kontra-revolusioner karena filsafat ini membenarkan kapitalisme sebagai sistem yang alami dan kekal. Sedangkan materialisme adalah filsafat yang revolusioner, karena ia mengajarkan kita bahwa kapitalisme bukanlah sistem yang lahir dari apa-yang-disebut tabiat alami manusia, tetapi justru sebaliknya bahwa tabiat manusia itu adalah hasil dari sistem sosial yang ada.
Akan tetapi materialisme tanpa dialektika adalah materialisme yang formalis dan kaku. Tanpa dialektika, materialisme tidaklah lengkap untuk bisa menjelaskan dunia.


0 komentar:

Posting Komentar